YOUTUBE

Halaman

Kamis, 29 Oktober 2015

Perbedaan antara PMH (pwrbuatan melawan hukum) dengan WANPRESTASI

Menurut Yahya Harahap, antara PMH (Perbuatan Melawan Hukum) dan
Wanprestasi terdapat perbedaan prinsip, yaitu:

Ditinjau dari
Wanprestasi
PMH

Sumber hukum

Wanprestasi menurut Pasal 1243 KUHPer timbul dari persetujuan (agreement)

PMH menurut Pasal 1365 KUHPer timbul akibat perbuatan orang

Timbulnya hak menuntut

Hak menuntut ganti rugi dalam wanprestasi timbul dari Pasal 1243 KUHPer, yang pada prinsipnya membutuhkan pernyataan lalai (somasi)

Hak menuntut ganti rugi karena PMH tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi PMH, pihak yang dirugikan langsung mendapat hak untuk menuntut ganti rugi

Tuntutan ganti rugi

KUHPer telah mengatur tentang jangka waktu perhitungan ganti rugi yang dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut dalam wanprestasi

KUHPer tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Dengan demikian, bisa dgugat ganti rugi nyata dan kerugian immateriil

Wanprestasi berarti melanggar tindakan yang sudah disepakati dan dapat dituntut. Wanprestasi adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi sebagaimana ditetapkan dalam perikatan karena kesalahan debitur (sengaja/lalai) atau keadaan memaksa (di luar kemampuan debitur).

Macam keadaan wanprestasi :

a. debitur tidak berprestasi sama sekali.

b. debitur berprestasi tapi tidak baik/keliru.

c. debitur berprestasi tapi tidak tepat waktu/terlambat.

d. debitur melakukan sesuatu yang menurut perikatan tidak boleh dilakukan.

Syarat terjadinya keadaan wanprestasi :

a. syarat materiil –> adanya unsur kesalahan debitur (sengaja/lalai).

b. syarat formil –> adanya peringatan/teguran terhadap debitur.

Hak kreditur bila terjadi wanprestasi :

a. hak menuntut pemenuhan perikatan

b. hak menuntut pemutusan perikatan atau bila perikatan tersebut bersifat timbal balik, menuntut pembatalan     perikatan (ontbinding).

c. hak menuntut ganti rugi.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada wanprestasi pelanggaran terjadi terhadap kesepakatan atau aturan yang telah dibuat dan berlaku antara para pihak pembuat perjanjian. Kesepakatan atau aturan tersebut dalam pembuatannya juga melibatkan pihak pelanggar. Berbeda dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad), dimana perbuatan melawan hukum terjadi karena adanya perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang karena kesalahannya tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Berbeda dengan wanprestasi, pada perbuatan melawan hukum, aturan yang dilanggar adalah aturan yang berlaku umum dan aturan tersebut terkadang dibuat tanpa ada keterlibatan si pelanggar. Perbuatan melawan hukum tidak didasarkan adanya kesekapakatan sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian seperti halnya wanprestasi.


Perbuatan Melawan Hukum (PMH)


Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan ketentuan Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan : “setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.

Ketentuan pasal 1365 KUHPerdata tersebut di atas mengatur pertanggung-jawaban yang diakibatkan oleh adanya perbuatan melawan hukum baik karena berbuat (positip=culpa in commitendo) atau karena tidak berbuat (pasif=culpa in ommitendo). Sedangkan pasal 1366 KUHPerdata lebih mengarah pada tuntutan pertanggung-jawaban yang diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatigenalaten).

Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara lain :

1. Adanya kesalahan 
2. Perbuatan tersebut melawan hukum 
3. Adanaya kerugian
4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian

Konsekwensi yuridis atas timbulnya PMH:

Akibat perbuatan melawan hukum secara yuridis mempunyai konsekwensi terhadap pelaku maupun orang-orang yang mempunyai hubungan hukum dalam bentuk pekerjaan yang menyebabkan timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi, akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum akan diwujudkan dalam bentuk ganti kerugian terhadap korban yang mengalami.

Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum, sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immateriil. Lajimnya, dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan uang , atau disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-barang yang dianggap telah mengalami kerusakan/perampasan sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum pelaku.

Jika mencermati perumusan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, secara limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib. Bahkan, dalam berbagai kasus yang mengemuka di pengadilan, hakim seringkali secara ex-officio menetapkan penggantian kerugian meskipun pihak korban tidak menuntut kerugian yang dimaksudkan.

Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu perbuatan melawan hukum diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : kerugian yang bersifat actual (actual loss) dan kerugian yang akan datang. Dikatakan kerugian yang bersifat actual adalah kerugian yang mudah dilihat secara nyata atau fisik, baik yang bersifat materiil dan immateriil. Kerugian ini didasarkan pada hal-hal kongkrit yang timbul sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum dari pelaku. Sedangkan kerugian yang bersifat dimasa mendatang adalah kerugian-kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul dimasa mendatang akibat adanya perbuatan melawan hukum dari pihak pelaku. Kerugian ini seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melalui pengumuman di media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian dimasa mendatang ini haruslah didasarkan pula pada kerugian yang sejatinya dapat dibayangkan dimasa mendatang dan akan terjadi secara nyata.


Mengenai Penggabungan Gugatan Wanprestasi dengan PMH

Yahya Harahap berpendapat bahwa tidak dibenarkan mencampuradukkan Wanprestasi dengan PMH dalam gugatan, dan/atau mendalilkan Wanprestasi padahal fakta hukum adalah peristiwa PMH begitu juga mendalilkan PMH padahal fakta hukumnya yakni Wanprestasi. Namun beliau juga berpendapat bahwa penggabungan Wanprestasi dan PMH dimungkinkan dalam satu gugatan asalkan diurai dengan tegas pemisahan keduanya.

Di dalam praktik sendiri terdapat beberapa yurisprudensi yang tidak membenarkan adanya penggabungan antara Wanprestasi dengan PMH, diantaranya yakni Putusan MA No. 1875 K/Pdt/1984 tertanggal 24 April 1986, dan Putusan MA No. 879 K/Pdt/1997 tanggal 29 Januari 2001 dijelaskan bahwa penggabungan PMH dengan wanprestasi dalam satu gugatan melanggar tata tertib beracara dengan alasan bahwa keduanya harus diselesaikan tersendiri.

Begitu juga dala Putusan MA No. 2452 K/Pdt/2009, dalam pertimbangannya MA menyatakan “Bahwa  karena  gugatan  Penggugat  merupakan penggabungan  antara  perbuatan  melawan  hukum dan  wanprestasi ,  maka  gugatan  menjadi  tidak  jelas  dan kabur  (obscuur  libel)”. Ada juga Putusan PN Surakarta No. 194/Pdt.G/2011/PN.Ska, yang telah berkekuatan hukum tetap dengan berdasarkan dua Yurisprudensi MA, dalam pertimbangannya menyatakan “Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim berpendapat, bahwa dalam gugatannya Penggugat telah menggabungkan dalilnya antara perbuatan  wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum,  oleh karenanya berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I Nomor :  492 K/Sip/1970 tanggal  21 Nopember 1970 yo Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor  : 897/K/Sip/Pdt/1997 yang pada  pokoknya menyatakan, bahwa penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam satu gugatan melanggar tertib beracara, karena keduanya harus  diselesaikan secara sendiri-sendiri,  sehingga berdasarkan hal tersebut, maka menurut  Majelis Hakim gugatan Penggugat yang seperti itu adalah kabur”.

Kemudian ada juga beberapa Yurisprudensi yang membenarkan penggabungan antara Wanprestasi dengan PMH. Seperti Putusan MA No. 2686 K/Pdt/1985 tanggal 29 Januari 1987, yang mana dalam putusan tersebut dikatakan bahwa meskipun dalil gugatan yang dikemukakan  dalam gugatan adalah PMH, sedangkan peristiwa hukum yang sebenarnya adalah Wanprestasi, namun gugatan dianggap tidan obscuurlible. Apabila hakim menemukan kasus seperti ini, dia dapat mempertimbangkan , bahwa dalil gugatan itu dianggap Wanprestasi.

Sumber Copy paste dari :

http://humamlawoffice.blogspot.co.id/2014/04/perbedaan-perbuatan-melawan-hukum-dan.html?m=1

0 komentar:

Posting Komentar